Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh hutan lebat, terdapat sebuah legenda yang selalu diceritakan oleh penduduk setempat. Legenda itu bercerita tentang sosok misterius yang berkeliaran di hutan pada malam hari. Konon, sosok tersebut adalah arwah seorang wanita yang meninggal tragis beberapa tahun yang lalu. Banyak yang mengatakan bahwa jika seseorang melihat bayangannya, maka mereka akan menghadapi nasib malang.
Suatu malam, Dian, seorang gadis muda yang baru pindah ke desa tersebut, bersama teman-temannya, memutuskan untuk menjelajahi hutan. Mereka tidak percaya pada legenda tersebut dan menganggapnya hanya cerita menakut-nakuti anak-anak. Dengan keberanian dan semangat, mereka memasuki hutan pada pukul sepuluh malam.
Ketika mereka berjalan lebih dalam ke hutan, suasana mulai berubah. Suara binatang malam perlahan menghilang, dan hutan menjadi sunyi. Dian merasakan sesuatu yang aneh di sekelilingnya, namun dia mencoba mengabaikannya. Teman-temannya juga terlihat sedikit canggung, tetapi mereka semua berusaha untuk tetap bersikap santai.
Ketika mereka mencapai sebuah pondok tua yang sudah ditinggalkan, suasana semakin menyeramkan. Pondok itu dipenuhi dengan tanaman merambat dan terlihat seolah-olah sudah lama tidak dihuni. “Ayo, kita masuk ke dalam!” seru Budi, salah satu teman Dian. Dengan semangat yang menggebu-gebu, mereka pun berlomba-lomba masuk ke dalam pondok.
Di dalam pondok, mereka menemukan barang-barang tua yang berdebu, seperti kursi kayu dan meja yang rusak. Tiba-tiba, ketika mereka sedang mengobrol, Dian merasakan angin dingin berhembus di sekitaran leher dan telinga. Dia langsung melihat ke arah jendela dan melihat sesuatu bergerak dengan cepat. “Ada sesuatu di luar!” serunya. Teman-temannya langsung melirik ke arah jendela, namun tidak melihat apa-apa.
Perasaan cemas mulai menyelimuti mereka. Namun, Budi mencoba membangkitkan suasana. “Mungkin kita bisa membuat api unggun di luar dan bercerita,” katanya. Mereka pun setuju, dan segera keluar dari pondok dan mengumpulkan beberapa ranting kering untuk menyalakan api.
Saat api unggun menyala, mereka mulai bercerita tentang pengalaman-pengalaman aneh yang pernah mereka alami. Namun, di tengah suasana riang, tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kaki dari arah hutan. Suara itu semakin mendekat, dan mereka merasakan ketakutan yang mendalam. Dian dan teman-temannya saling pandang, mata mereka dipenuhi dengan kengerian.
“Siapa itu?” tanya Rina, suara gemetar. Budi mencoba menenangkan mereka, “Mungkin hanya hewan.” Tapi saat dia baru saja berbicara, mereka melihat bayangan hitam melintas di antara pepohonan.
Bayangan itu terlihat seperti sosok wanita dengan rambut panjang yang berantakan. Wajahnya tidak dapat terlihat jelas, tetapi aura menakutkan seolah menyelimuti tubuhnya. Tanpa pikir panjang, mereka semua berlari menuju pondok, berusaha untuk mengunci pintu. Namun saat mereka sampai, pintu tiba-tiba tertutup dengan sendirinya.
Dalam ketegangan, mereka berkumpul di sudut ruangan, berusaha menenangkan diri. Suara langkah kaki itu semakin dekat, dan mereka bisa mendengar suara bisikan lembut. “Tolong… bantu saya…” bisik suara itu, membuat bulu kuduk mereka berdiri.
Dalam keadaan terdesak, Dian mencoba membuka jendela untuk melarikan diri. Namun tepat saat dia melakukannya, sosok wanita itu muncul di depan mereka. Wajahnya pucat dan matanya kosong. “Kenapa kalian mengganggu tempat ini?” katanya dengan suara serak menakutkan.
Dian dan teman-temannya terpana, tidak bisa bergerak. “Kami tidak bermaksud… kami hanya penasaran,” jawab Dian dengan suara bergetar. Wanita itu mendekat, dan mereka bisa melihat bahwa terdapat luka-luka di seluruh tubuhnya, seolah-olah dia baru saja keluar dari suatu tragedi.
“Tempat ini dipenuhi dengan kenangan pahit,” kata wanita itu. “Saya tidak bisa pergi sampai seseorang menemukan tulang-tulang saya.”
Demi keberanian yang tersisa, Dian bertanya, “Di mana kami bisa menemukannya?” Wanita itu mengangguk ke arah hutan, “Di bawah pohon besar dekat tepi sungai.”
Tanpa berpikir panjang, Dian dan teman-temannya keluar dari pondok dan berlari menuju lokasi yang disebutkan. Di tengah perjalanan, rasa takut terus menghantui mereka, namun keinginan untuk membantu wanita itu lebih kuat. Setelah beberapa menit berlari, mereka akhirnya menemukan pohon besar yang dimaksud.
Ketika mereka menggali tanah di bawah pohon tersebut, mereka menemukan sebuah peti kayu tua yang terpendam. Dengan detak jantung yang kencang, mereka membukanya dan di dalamnya terdapat beberapa tulang serta barang-barang pribadi wanita itu. “Kami menemukanmu,” kata Dian dengan lembut. “Kami akan menguburkanmu dengan layak.”
Setelah menguburkan tulang-tulang itu dengan hati-hati, mereka merasakan angin berlalu, dan sosok wanita itu muncul sekali lagi. Namun kali ini dia tersenyum, “Terima kasih… kini saya bisa beristirahat dengan tenang.” Dengan itu, sosoknya menghilang ke dalam cahaya lembut.
Dian dan teman-temannya merasa lega dan tidak lagi merasa takut. Mereka kembali ke desa dan menceritakan pengalaman mereka. Sejak malam itu, mereka menjadi lebih berhati-hati ketika mendengarkan legenda, dan hutan itu menjadi tempat yang lebih aman setelah arwah wanita itu mendapatkan ketenangan.
Dari kejadian tersebut, Dian belajar bahwa terkadang ada hal-hal yang tidak bisa dipahami, dan menghormati sejarah serta budaya orang lain adalah penting. Mereka juga belajar untuk tidak meremehkan cerita-cerita yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Melon38, cerita dalam sebuah kehidupan.