Di kota Bandung yang ramai, Jawa Barat, Rumah Kos di Jl. Hegarmanah merupakan rumah kos yang populer bagi mahasiswa. Dikenal karena bangunannya yang menawan namun sudah tua, rumah tersebut telah dihuni oleh banyak orang selama bertahun-tahun. Namun, berbagai kejadian baru-baru ini telah mengubahnya dari tempat yang nyaman menjadi tempat yang menakutkan. Kejadian-kejadian aneh dan rumor-rumor yang mengerikan mulai menyebar melalui dinding-dindingnya, mengisyaratkan adanya hantu yang tidak dapat diabaikan oleh siapa pun.
Di antara para penghuninya terdapat Rina, seorang mahasiswa arsitektur yang tekun; Agus, seorang mahasiswa teknik yang periang; dan Fitri, seorang mahasiswa sastra yang pendiam. Ketiganya telah menempati rumah kos tersebut tanpa memikirkan cerita-cerita seram yang ada di sekitarnya. Namun, keadaan itu berubah suatu malam ketika Agus kembali ke kamarnya dan mendapati barang-barangnya berserakan di lantai. Awalnya, ia mengira itu hanya lelucon, tetapi tak lama kemudian, berbagai kejadian yang meresahkan mulai terungkap.
Rina adalah orang pertama yang mengalami sesuatu yang benar-benar mengerikan. Suatu malam, ia terbangun karena mendengar bisikan-bisikan lembut tanpa tubuh bergema di kamarnya. Suara-suara itu seakan datang dari segala arah, kata-katanya tidak jelas tetapi dipenuhi dengan rasa takut yang nyata. Saat dia terbaring membeku di tempat tidur, bisikan-bisikan itu meningkat menjadi hiruk-pikuk yang heboh. Ketika dia akhirnya memberanikan diri untuk menyalakan lampu, ruangan itu kosong, tetapi barang-barangnya telah disusun ulang menjadi pola yang mengganggu—lingkaran dengan kursi kosong di tengahnya.
Keesokan harinya, Fitri menemukan sesuatu yang sama mengerikannya. Saat belajar di ruang bersama, dia merasakan penurunan suhu yang tiba-tiba dan melihat napasnya berembun di depannya. Dia mendongak untuk melihat layar TV berkedip-kedip dan lampu meredup tidak menentu. Saat dia berbalik untuk pergi, dia melihat sekilas sosok bayangan di lorong. Sosok itu menghilang secepat kemunculannya, tetapi hawa dingin yang menusuk masih terasa.
Agus, yang awalnya mengabaikan pengalaman teman-temannya, mengalami ujian skeptisisme pada suatu malam yang menentukan. Dia sendirian di kamarnya ketika lampu mulai berkedip-kedip dengan keras. Tiba-tiba, pintu terbanting menutup dengan suara keras yang memekakkan telinga, dan ruangan itu menjadi gelap gulita. Kepanikan melanda saat ia mendengar suara garukan samar dari pintu, disertai dengan ratapan lembut dan memilukan. Saat lampu kembali menyala, Agus melihat sebuah pesan tertulis di dinding dengan tinta hitam: “Pergi sebelum terlambat.” Karena ketakutan, ketiga sahabat itu memutuskan untuk menyelidiki sejarah rumah itu. Mereka mengetahui bahwa Rumah Kos dibangun di atas tanah yang dulunya ditempati oleh rumah sakit jiwa tua yang terbengkalai. Rumah sakit jiwa itu terkenal karena kondisinya yang keras dan banyaknya orang hilang yang tidak dapat dijelaskan. Saat mereka menyelidiki lebih dalam, mereka menemukan bahwa seorang pasien tertentu, seorang wanita bernama Nyi Titi, telah menghilang secara misterius. Legenda setempat mengatakan bahwa rohnya masih terperangkap, berusaha membalas dendam atas ketidakadilan yang dialaminya. Bertekad untuk menghadapi roh itu, Rina, Agus, dan Fitri bersiap untuk mengadakan pemanggilan arwah dengan harapan dapat berkomunikasi dengan Nyi Titi dan meyakinkannya untuk menemukan kedamaian. Mereka berkumpul di ruang bersama, menata lilin dalam bentuk lingkaran dan meletakkan foto Nyi Titi di atas meja. Suasana menjadi berat karena antisipasi saat mereka mulai melantunkan doa-doa tradisional, berharap dapat menenangkan roh yang gelisah.
Saat pemanggilan arwah berlangsung, ruangan menjadi lebih dingin, dan lilin-lilin berkedip-kedip liar. Suasana menjadi menindas, dan bayangan-bayangan tampak memanjang dan berputar. Tiba-tiba, suhu turun lebih jauh, dan sosok hantu muncul di hadapan mereka. Itu adalah Nyi Titi, wajahnya berkerut karena campuran kemarahan dan kesedihan.
Matanya, cekung dan gelap, menatap ketiga siswa itu, dan perasaan takut yang intens memenuhi ruangan.
Suara Nyi Titi, meskipun nyaris tak terdengar, membawa rasa marah yang tak terpenuhi. “Mengapa kamu datang? Apakah kamu ingin menyiksaku lebih jauh?” tanyanya, suaranya bergema dengan gaung yang menghantui. Rina, meskipun takut, melangkah maju dan berbicara dengan lembut, “Kami ingin membantu kamu menemukan kedamaian. Kami tahu penderitaan yang kamu alami.” Tatapan roh itu tampak sedikit melembut, dan ia mulai bercerita tentang siksaan yang dialaminya. Ia telah menjadi sasaran berbagai eksperimen dan isolasi yang kejam, permohonannya untuk meminta bantuan diabaikan. Penderitaannya telah memerangkap rohnya di dalam rumah, tidak dapat melanjutkan hidup. Tergerak oleh ceritanya, Fitri menyarankan mereka untuk melakukan sebuah ritual untuk membantunya menemukan kedamaian.
Saat mereka melakukan ritual tersebut, suasana ruangan berangsur-angsur berubah. Suhu mulai meningkat, dan perasaan tertekan berkurang. Roh Nyi Titi tampak menjadi lebih tenang, wujudnya menjadi tidak terlalu mengancam dan lebih tenang. Tepat saat mereka hendak menyelesaikan ritual tersebut, lampu berkedip sekali lagi, menciptakan bayangan panjang di seluruh ruangan.
Tanpa peringatan, suhu udara kembali turun drastis. Lilin-lilin padam sendiri, dan suara lolongan memekakkan telinga bergema di seluruh rumah. Dinding-dinding tampak tertutup, dan rasa takut yang luar biasa menyeruak di antara mereka. Di tengah kekacauan itu, mereka mendengar teriakan Nyi Titi yang memilukan, permohonan terakhir untuk dibebaskan.
Kedua sahabat itu meringkuk bersama, jantung mereka berdebar kencang saat ruangan itu diselimuti kegelapan. Mereka dapat merasakan kehadiran roh itu semakin kuat, kemarahannya mencapai puncaknya. Tepat saat mereka tampaknya berada di ambang bencana, beban berat ruangan itu tiba-tiba terangkat. Lilin-lilin menyala kembali, dan suhu udara kembali normal.
Sosok hantu Nyi Titi muncul untuk terakhir kalinya, ekspresinya kini damai. Ia berbisik pelan, “Terima kasih,” sebelum perlahan menghilang ke dalam cahaya. Suasana yang menindas itu menghilang, dan rumah itu kembali ke keadaan biasanya.
Ketiganya, meskipun terguncang, merasa lega. Hantu itu berhenti, dan Rumah Kos itu sekali lagi menjadi tempat yang relatif tenang. Mereka melanjutkan hidup mereka, ikatan mereka diperkuat oleh pengalaman bersama. Kisah Nyi Titi dan hantu Rumah Kos menjadi legenda di kalangan mahasiswa, pengingat yang mengerikan tentang sejarah kelam rumah itu dan kekuatan belas kasih dalam menghadapi hal-hal gaib.
Melon38, Satu cerita dari ribuan kisah kehidupan.